Roblox, platform game online yang sangat populer di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia, kini tengah menjadi sorotan serius pemerintah dan masyarakat sebab adanya wacana pemblokiran roblox.
Popularitas Roblox yang menjadikan pengguna dapat membuat dan bermain berbagai game kreasi sendiri. Namun di balik itu juga membawa kekhawatiran besar terkait konten yang beredar di dalamnya.
Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti baru-baru ini mengungkapkan kecemasannya terkait adanya unsur kekerasan dan konten tidak pantas yang banyak tersebar di platform tersebut.
Pemblokiran Roblox dengan Alasan Keamanan Anak

Salah satu kekhawatiran utama adalah fitur voice chat yang memungkinkan interaksi langsung antar pemain dari seluruh dunia.
Fitur ini, meski secara teknis memudahkan komunikasi, juga berpotensi menjadi saluran bagi perilaku tidak pantas hingga pelecehan seksual online.
Banyak orang tua dan pengawas mendapati anak-anak mereka terpapar obrolan kasar hingga ajakan berbahaya yang sangat susah untuk mengontrolnya.
Selain itu, beberapa gameplay dan video viral menunjukkan konten eksplisit, kekerasan, bahkan adegan yang tidak layak bagi anak-anak. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan efek imitasi pada perilaku anak.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, beberapa negara lain seperti Turki. Negara tersebut pernah mengambil langkah tegas dengan pemblokiran Roblox demi melindungi kelompok usia muda.
Belum lagi, kontroversi soal moderasi konten dan keamanan pengguna yang juga sempat menjadi sorotan global. Hal ini menambah alasan mengapa wacana pemblokiran di Indonesia menjadi bahan serius pemerintah dan publik.
Upaya Roblox dan Respon di Indonesia
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Roblox Corporation terus berupaya meningkatkan standar keamanan dan perlindungan pengguna, khususnya anak-anak.
Perusahaan mengumumkan sejumlah kebijakan baru, termasuk membatasi komunikasi anak di bawah 13 tahun. Pihak roblox juga mengimplementasikan sistem persetujuan dan pengawasan orang tua untuk interaksi di dalam game.
Roblox juga menjalankan pemantauan 24 jam dengan kombinasi sistem otomatis dan tim moderator manusia yang bekerja sama erat dengan aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran dan melaporkan dugaan kejahatan seksual terhadap anak.
Di Indonesia, reaksi masyarakat dan orang tua cukup beragam. Sebagian besar orang tua mendukung rencana pemblokiran ini. Orang tua melihatnya sebagai langkah pencegahan yang penting mengingat bukti video viral dan laporan terkait konten negatif yang tersebar di kalangan anak-anak.
Namun, ada juga kalangan yang berpendapat pemblokiran saja tidak akan menjadi solusi menyeluruh. Hal ini karena berlakunyta pemblokiran tanpa mengimbanginya dengan edukasi literasi digital yang kuat bagi anak dan orang tua.
Mereka menilai pembinaan dan pengawasan lebih efektif dalam meminimalkan dampak buruk sekaligus memanfaatkan manfaat edukatif dan kreatif Roblox.
Para praktisi keamanan siber dan pendidikan digital pun mengingatkan bahwa pengelolaan risiko teknologi harus melibatkan semua pihak—pemerintah, penyedia platform, keluarga, hingga lembaga pendidikan—dalam pendekatan yang terintegrasi.
Mengandalkan satu solusi pemblokiran terlalu sederhana dan berisiko memindahkan masalah ke platform lain atau saluran komunikasi tak terawasi.
Tantangan dan Harapan Masa Depan Perlindungan Anak Digital
Kasus Roblox menjadi salah satu gambaran nyata betapa kompleks dan menantangnya melindungi anak-anak di dunia digital yang semakin terbuka dan multidimensional. Di era teknologi yang semakin canggih, batas antara dunia maya dan kenyataan semakin kabur bagi pengguna muda yang belum memiliki kontrol diri dan pemahaman digital memadai.
Para ahli keamanan digital menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mengelola keamanan daring anak-anak. Pemerintah perlu menciptakan regulasi yang adaptif dan proaktif, sementara perusahaan teknologi harus menerapkan sistem keamanan yang transparan dan responsif.
Pendidikan literasi digital harus diperkuat tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah dan komunitas guna membekali generasi muda dengan kemampuan mengidentifikasi dan menghadapi risiko online.
Selain itu, pemberdayaan orang tua dan wali sebagai pengawas aktivitas digital anak dinilai krusial dalam membangun lingkungan bermain dan belajar yang sehat di internet.
Kontrol dan dialog terbuka antara orang tua-anak tentang penggunaan media digital harus menjadi bagian dari budaya keluarga. Dengan demikian anak bisa merasa aman sekaligus bertanggung jawab dalam berinteraksi di dunia maya.
Saat ini, wacana pemblokiran Roblox masih dalam tahap evaluasi menjelang keputusan final yang melibatkan pemerintah, asosiasi perlindungan anak, serta komunitas teknologi. Pilihan kebijakan yang akan diambil kelak diharapkan mampu menjamin keamanan dan kenyamanan pengguna anak-anak tanpa mengorbankan ruang kreativitas serta nilai edukasi yang ditawarkan oleh platform game online ini.